Keadaan Najd, Hijaz dan sekitarnya Muhammad bin Abdul Wahab

Keadaan Najd, Hijaz dan sekitarnya semasa awal pergerakan tauhid amat buruk dengan kemerosotan aqidah, akhlak, tata nilai sosial, ekonomi dan politik. Semua itu adalah akibat penjajahan bangsa Turki yang berpanjangan terhadap Semenanjung Arab, di bawah penguasaan Sultan Muhammad Ali Pasya yang dilantik oleh Khalifah di Turki (Istanbul) sebagai gabenor jeneral untuk daerah jajahan di kawasan timur tengah, yang berkedudukan di Mesir.

Pemerintahan Turki pada waktu itu mempunyai daerah kekuasaan yang cukup luas. Pemerintahannya berpusat di Istanbul yang begitu jauh dari daerah jajahannya. Kekuasaan dan pengendalian khalifah maupun sultan-sultannya untuk daerah yang jauh dari pusat, sudah mulai lemah dan kendur disebabkan oleh kekacauan di dalam negeri dan kelemahan di pihak khalifah dan para sultannya.

Disamping itu, adanya cita-cita dari amir-amir di negeri arab untuk melepaskan diri dari kekuasaan pemerintah pusat yang berkedudukan di Turki. Ditambah lagi dengan hasutan dari bangsa barat, terutama Inggeris dan Perancis yang menghasut bangsa Arab dan umat Islam supaya berjuang merebut kemerdekaan daripada Turki.

Kemerosotan agama terutama yang bersangkutan dengan aqidah begitu memuncak. Kebudayaan jahiliyah dahulu seperti taqarrub (mendekatkan diri) pada kuburan (maqam) keramat, memohon syafaat dan meminta berkat serta meminta diampuni dosa dan disampaikan hajat, sudah menjadi ibadah mereka yang paling utama sekali, sedangkan ibadah-ibadah menurut syariat yang sebenarnya pula dijadikan perkara kedua. Di mana ada maqam wali dan orang-orang soleh seperti maqam Syeikh Abdul Qadir Jailani, penuh dibanjiri oleh penziarah-penziarah untuk meminta sesuatu hajat. Hal ini terjadi bukan hanya di tanah Arab saja, tetapi juga di mana-mana, di seluruh pelosok dunia sehingga suasana di negeri islam waktu itu seolah-olah sudah berbalik menjadi jahiliyah seperti pada waktu pra Islam menjelang kebangkitan Nabi Muhammad.

Di tengah-tengah keadaan yang sedemikian rupa, lahirkan seorang mujadid besar (pembaharu besar) Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab dari `Uyainah (Najd) sebagai mujaddid islam terbesar abad ke-12H, setelah Ibnu Taimiyah, mujaddid abad ke-7H yang sangat terkenal itu.

Bidang pentajdidan kedua mujaddid besar ini sama iaitu mengadakan pentajdidan dalam aspek aqidah, walau masanya berbeda, yaitu kedua-duanya tampil untuk memperbaharui agama islam yang sudah mulai tercemar dengan bid’ah, khurafat dan tahyul yang sedang melanda islam dan kaum muslimin. Menghadapi hal ini syeikh muhammad bin `abdul wahab telah menyusun barisan ahli tauhid (muwahhidin) yang berpegang kepada pemurnian tauhid. Bagi para lawannya, pergerakan ini mereka sebut wahabiyin yaitu gerakan wahabiyah.

Dalam pergerakan tersebut tidak sedikit rintangan dan halangan yang dilalui. Kadangkala syeikh terpaksa melakukan tindakan kekerasan apabila tidak boleh dengan cara yang lembut. Tujuannya tidak lain melainkan untuk mengembalikan islam kepada kedudukannya yang sebenarnya, yaitu dengan memurnikan kembali aqidah umat Islam seperti yang diajarkan oleh Kitab Allah dan Sunnah RasulNya.